MENGENAL KOREKSI FISKAL DALAM PERHITUNGAN PAJAK TERHUTANG
11 April 2017
Category: TAX
Penulis:
Elly Yuliana Sabar Panjaitan, S.E., BKP
Menjelang akhir pelaporan SPT tahunan untuk wajib pajak badan, ada hal-hal yang harus diperhatikan oleh wajib pajak dalam menghitung pajak terhutang dalam satu tahun pajak, yaitu apakah yang kita laporkan pada laporan keuangan kita sudah sesuai dengan peraturan perpajakan ataukah tidak. Untuk itu yang harus kita pahami adalah dalam menghitung pajak terhutang adalah jenis dari penghasilan dan biaya yang tercantum dalam laporan laba rugi badan usaha.
Jenis penghasilan yang dikenal dalam perhitungan pajak ada 3 yaitu: (1)Penghasilan obyek pajak tidak final; (2)Penghasilan obyek pajak final; dan (3)Penghasilan bukan obyek pajak. Sedangkan biaya, dalam perhitungan pajak adalah deductable expense (biaya yang dapat dikurangkan) dan non deductable expense (biaya yang tidak dapat dikurangkan).
Setelah kita mengetahui jenis penghasilan dan pajak, yang harus kita lakukan adalah melakukan penyesuaian fiskal positif dan negatif yang di dalam praktik nya lebih dikenal dengan istilah KOREKSI POSITIF untuk penyesuaian fiskal positif dan KOREKSI NEGATIF untuk penyesuaian fiskal negatif. Istilah positif dan negatif ini dilihat dari sudut pandang Ditjen Pajak. Dengan bahasa yang sederhana, koreksi fiskal negatif menguntungkan wajib pajak sedangkan koreksi positif lebih menguntungkan Ditjen Pajak. Jadi, jika setelah dilakukan koreksi fiskal yang terjadi; (a)Penghasilan netto secara komersial lebih besar dari penghasilan netto secara fiskal, maka ini disebut koreksi negatif, (b)Penghasilan netto secara komersial lebih kecil dari penghasilan netto fiskal, maka ini disebut koreksi positif, (c)Biaya secara komersial lebih besar dari biaya secara pajak, maka disebut koreksi positif, dan (d)Biaya secara komersial lebih kecil dari biaya secara pajak, maka disebut koreksi negatif.
Di dalam praktek untuk menghitung pajak terhutang, perpajakan mengatur lebih detil untuk: (a)Penghasilan yang tidak dikenakan PPh final, yaitu tercantum dalam pasal 4 ayat 1 UU PPh minus pasal 4 ayat 2 dan 3 UU PPh; (b)Penghasilan yang dikenakan PPh final, yaitu yang terdapat dalam pasal 4 ayat 2 UU PPh; dan (c)Penghasilan bukan obyek pajak terdapat dalam pasal 4 ayat 3 UU PPh.
Sedangkan untuk biaya-biaya yang di koreksi fiskal adalah biaya-biaya yang tercantum dalam pasal 9 ayat 1 UU PPh tahun 2008 yang mengatur mengenai pengeluaran yang tidak dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Dan untuk biaya yang boleh dikurangkan adalah merujuk pada pasal 6 ayat 1 UU PPh yang menyatakan bahwa besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, tetapi selain itu biaya yang boleh dikurangkan tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berkut: (1)Pengeluaran tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dalam mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; (2)Pengeluran tersebut di dukung dengan bukti yang valid dan memadai; dan (3)Pengeluaran tersebut harus wajar jika melibatkan hubungan istimewa. Apabila kriteria tersebut tidak sesuai maka hal terbut dapat menjadi koreksi, sehingga penghasilan fiskal kita semakin besar dan PPh terutang juga semakin besar.
Dari hal-hal di atas kita dapat melihat dan mencermati, apakah laporan keuangan kita sudah sesuai dengan peraturan perpajakan ataukah tidak,. Jika tidak maka diperlukan koreksi fiskal positif ataupun negatif yang mana dengan koreksi tersebut, laporan keuangan kita disebut laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan fiskal yang dimaksud adalah laporan setelah koreksi fiskal yang tujuannya hanya untuk menghitung pajak terhutang bukan untuk mengkoreksi laporan keuangan komersial.dan untuk melaporkan koreksi tersebut pada formulir SPT tahunan dapat dikelompokkan sesuai dengan formulir 1771-I.
Setelah kita mengetahui kriteria koreksi fiskal ini, diharapkan saat menutup laporan keuangan, wajib pajak dapat melakukan perhitungan pajak dengan benar sesuai dengan undang-undang perpajakan.