Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

Sikap Skeptisisme Professional

12 December 2016
Category: AUDIT
Penulis:         Herla Kusumawardhani, S.E.
Sikap Skeptisisme Professional

Profesi auditor adalah profesi yang kental kaitannya dengan sikap skeptisisme professional. Sikap Skeptisisme Profesional harus dimiliki oleh auditor profesional. Tapi apa sebenarnya skeptisisme profesional itu? Di New York, bahkan ada teater yang menceritakan kisah skeptisisme profesional menjadi sebuah drama yang menarik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Shaub dan Lawrence menyatakan ‘to seek a balance in client relationships between trust and suspicion’ yang maksudnya adalah sikap skeptisisme professional yakni sebuah sikap dalam menyeimbangkan antara sikap curiga dan sikap percaya. Keseimbangan sikap antara percaya dan curiga ini tergambarkan dalam perencanaan audit dengan prosedur audit yang dipilih untuk dilakukannya. Para teoretisi dan praktisi auditing menyepakati bahwa skeptisisme profesional merupakan sikap mutlak yang harus dimiliki auditor. Karena, salah satu penyebab dari suatu kegagalan audit (audit failure) adalah rendahnya skeptisisme professional yang diterapkan auditor. Skeptisisme profesional yang rendah menumpulkan kepekaan auditor terhadap kecurangan baik yang nyata maupun yang masih berupa potensi, atau terhadap adanya tanda-tanda bahaya yang mengindikasikan kesalahan dan kecurangan. Auditor yang dengan disiplin menerapkan skeptisisme profesional, tidak akan hanya terpaku pada prosedur audit yang tertera dalam program audit. Skeptisisme profesional akan membantu auditor dalam melakukan penilaian secara kritis terhadap risiko yang dihadapi dan memperhitungkan risiko tersebut dalam bermacam-macam keputusan. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Audit (SA) 200 dikenal istilah “Skeptisisme Profesional”. Skeptisisme profesional mencakup kewaspadaan terhadap hal-hal berikut ini:

1.Bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lain yang diperoleh

2.Keadaan yang mengindikasikan adanya kemungkinan kecurangan

3.Kondisi yang menyarankan perlunya prosedur yang disyaratkan oleh SA (Standar Audit)

4.Informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang keandalan dokumen dan tanggapan terhadap permintaan keterangan yang digunakan sebagai bukti audit

Mempertahankan skeptisisme profesional selama audit penting untuk auditor mengurangi risiko seperti misalnya:

1.Kegagalan dalam melihat kondisi-kondisi tidak lazim

2.Terlalu menyamaratakan kesimpulan ketika menarik kesimpulan tersebut dari observasi audit

3.Menggunakan asumsi yang tidak tepat dalam menetapkan sifat, saat, dan luas prosedur audit serta penilaian atas hasilnya

Dalam prakteknya, secara psikologis, auditor sering dipengaruhi yang kadang terlalu curiga, atau sebaliknya terkadang terlalu percaya terhadap asersi manajemen. Padahal seharusnya seorang auditor secara profesional menggunakan kecakapannya untuk ‘balance’ antara sikap curiga dan sikap percaya tersebut. SA 200 juga menjelaskan bahwa skeptisisme profesional dibutuhkan untuk penilaian penting atas bukti audit yang mencakup mempertanyakan bukti yang kontradiktif, keandalan dokumen dan respon terhadap pertanyaan, dan informasi lain yang diperoleh dari pihak manajemen dan pihak yang bertanggungjawab terhadap tata kelola. Hal ini juga mencakup pertimbangan mengenai kecukupan dan ketepatan bukti audit yang diperoleh sesuai kondisi perikatan, sebagai contoh: dalam hal ketika terdapat faktor risiko kecurangan dan suatu dokumen tunggal, yang rentan terhadap kecurangan, merupakan satu-satunya bukti pendukung bagi suatu angka material dalam laporan keuangan.

Dalam SA pula dijelaskan bahwa auditor, dapat menganggap/ meyakini catatan dan dokumen yang diterimanya asli, kecuali auditor memiliki alasan untuk meyakini sebaliknya. Namun, auditor tetap diharuskan untuk mempertimbangkan keandalan informasi yang diperoleh dan nantinya akan digunakan sebagai bukti audit. Jika terdapat keraguan terhadap keandalan informasi atau terdapat indikasi kemungkinan adanya kecurangan (sebagai contoh, jika kondisi yang teridentifikasi selama audit menyebabkan auditor untuk meyakini bahwa suatu dokumen tidak otentik atau isi dokumen telah dimanipulasi), SA mengharuskan auditor untuk menginvestigasi lebih lanjut dan menentukan perlu atau tidak perlunya dilakukan modifikasi atau penambahan terhadap prosedur audit untuk menyelesaikan hal tersebut.

Selain itu, auditor juga tidak dapat begitu saja mengabaikan integritas dan kejujuran dari pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola entitas. Menurut teori yang dikembangakan R.J. Lewicki dan B.B. Bunker (Developing and Maintaining Trust in Work Relationship, 1996) bahwa kepercayaan dilihat sebagai “confident positive expectations” (ekspetasi positif dengan keyakinan). Ekspektasi positif dengan keyakinan dibangun melalui tiga cara yang mereka namakan calculus-based trust (CBT), knowledge-based trust (KBT), dan identification-based trust (IBT). Demikian pula kepercayaan yang harus dibangun antara auditor dengan pihak manajemen atau yang bertanggung jawab terhadap entitas. KBT adalah salah satu cara yang dinilai tepat untuk dapat diterapkan auditor.

Lewicki dan Bunker mendefinisikan KBT (knowledge-based trust) sebagai confidence (percaya) seseorang berdasarkan predictability, dependebility, dan reability pihak lainnya. Ini berarti satu pihak harus mempunyai informasi yang cukup tentang pihak lain; informasi ini dapat diperoleh dari pengalaman bekerja sama dan melakukan komunikasi dengan teratur. Bentuk trust ini didasarkan atas pengenalan satu sama lain secara mendalam dan pemahaman yang lahir dari interaksi yang berulang-ulang. Apalagi apabila auditor menghadapi auditee berulang, pastinya akan lebih mengetahui karakter serta pola kerja dari auditee-nya. Namun, walaupun auditor memiliki keyakinan bahwa manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola entitas tersebut jujur dan berintegritas, bukan berarti auditor mengabaikan sikap skeptisisme profesionalnya dalam mempercayai manajemen. Maka dari itu, sikap skeptisisme professional auditor harus selalu diasah karena hal mutlak tersebut adalah salah satu kunci dalam melakukan pertimbangan professional guna pengambilan keputusan.

   For Further Information, Please Contact Us!