Manajemen K3 Tambang Batubara
18 July 2016
Category: PRODUCTIVITY AND QUALITY
Penulis:
Erick Setiawan Gunawan, SP
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (”K3 Masih Dianggap Remeh,” Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah. Padahal karyawan adalah aset penting perusahaan.
Kewajiban untuk menyelenggarakan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-perusahaan besar melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000 lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan.
Sebagian besar dari kasus-kasus kecelakaan kerja terjadi pada kelompok usia produktif. Kematian merupakan akibat dari kecelakaan kerja yang tidak dapat diukur nilainya secara ekonomis. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat seumur hidup, di samping berdampak pada kerugian non-materiil, juga menimbulkan kerugian materiil yang sangat besar, bahkan lebih besar bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh penderita penyakit-penyakit serius seperti penyakit jantung dan kanker.
Setiap karyawan memiliki jaminan kesehatan JAMSOSTEK yang telah diurus langsung oleh perusahaan. Alur penggunaan asuransi JAMSOSTEK tidak langsung di rujuk ke rumah sakit. Karyawan yang mengalami kecelakaan ringan ditangani langsung oleh tenaga medis yang ada di perusahaan sendiri sebelum dirujuk ke rumah sakit.
Setiap karyawan memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mengoperasionalkan K3, seperti penggunaan Apar bila ada kebakaran. Beberapa bulan ada pengecekan dari tim K3 sendiri untuk alat-alat K3 yang digunakan oleh para pekerja seperti sepatu tambang yang dipakai diganti 2 bulan sekali atau sesuai dengan permintaan karyawan sendiri.
Untuk kecelakaan kerja pasti ada, maka dari itu dibentuknya departemen K3. Salah satu tujuannya adalah untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja. Untuk kecelakaan kerja ringan biasanya pekerja hanya mengalami luka-luka ringan dan bisa sampai mengakibatkan kematian untuk kecelakaan kerja berat. Alat-alat K3 yang digunakan oleh perusahaan merupakan alat-alat yang telah bersertifikat. Untuk usaha preventif, terdapat tanda-tanda larangan yang telah dipasang dan ditunjukkan, seperti plang tanda keamanan, yaitu “Anda memasuki kawasan wajib safety”. Terdapat 2 perlakuan keamanan terhadap karyawan di kantor dan karyawan yang ada di lapangan. Untuk karyawan kantor hanya menggunakan safety standar biasa dan untuk karyawan yang berada di lapangan harus menggunakan safety yang lengkap. Menurut hasil wawancara yang dilakukan dengan para pegawai, tugas pegawai adalah mematuhi semua peraturan yang telah dibuat untuk keselamatan kerja. Untuk pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan, maka ada tahapan dalam penentuan hukuman.
Kendala-kendala yang sering dihadapi dalam penerapan K3 terjadi akibat adanya faktor lupa dan kelalaian dari para pegawai. Namun hal ini dapat diatasi dengan cara pengecekan ulang terhadap safety karyawan yang akan memasuki daerah tambang. Sehingga karyawan yang akan memasuki tambang telah memakai safety dengan lengkap. Pemeriksaan kesehatan dan kemampuan fisik karyawan dilakukan oleh pihak perusahaan dengan melakukan medical check-up dalam kurun waktu 3 bulan sekali. Dan untuk peningkatan secara fisik dilakukan training ke luar kota agar kemampuan dan pengetahuan karyawan dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan.