Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

LDR Menjadi LFR. Mengapa??

04 April 2016
Category: AUDIT
Penulis:         Furi Aprilia, S.E.
LDR Menjadi LFR. Mengapa??

Bagi orang yang telah berkecimpung di bidang perbankan, mungkin kata-kata ALMA bukan merupakan istilah yang asing lagi. ALMA atau Asset and Liability Management adalah satu proses penerapan risiko pada bank umum. Bank menerapkan ALMA untuk melaksanakan fungsi pengendalian risiko suku bunga, risiko nilai tukar, dan risiko likuiditas. Salah satu rasio yang sering digunakan untuk menilai risiko likuiditas adalah LDR (loan to deposits ratio). LDR adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber.

Sumber dana bank pada umumnya berasal dari dana pihak ketiga yang dihimpun bank yang kemudian akan disalurkan dalam bentuk kredit. Jadi sederhananya, jika Rasio LDR semakin rendah maka dapat dikatakan banyak dana nganggur yang belum tersalurkan dalam bentuk kredit yang diberikan, tetapi disisi lain bank memiliki kemampuan likuiditas yang prima. Sebaliknya, apabila LDR terlampau tinggi, maka penyaluran dana pihak ketiga terhadap kredit sangat optimal, namun kemampuan likuiditas bank mejadi kurang baik. LDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit.

Penyaluran kredit merupakan kegiatan utama bank, oleh karena itu sumber pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini. Semakin besarnya penyaluran dana dalam bentuk kredit dibandingkan dengan deposit atau simpanan masyarakat pada suatu bank membawa konsekuensi semakin besarnya risiko yang harus ditanggung oleh bank yang bersangkutan.

Tujuan penting dari perhitungan LDR adalah untuk mengetahui serta menilai sejauh mana bank kondisi kesehatan bank dalam menjalankan operasi atau kegiatan usahanya. Dengan kata lain LDR digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kesehatan suatu bank.

Jadi LDR pada saat ini berfungsi sebagai indikator intermediasi perbankan. Begitu pentingnya arti LDR bagi perbankan maka angka LDR pada saat ini telah dijadikan persyaratan antara lain :

    1.Sebagai salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan bank.

    2.Sebagai faktor penentu besar-kecilnya GWM (Giro Wajib Minimum) sebuah bank.

Kebijakan mengenai LDR ini diatur dalam PBI No. 15/15/PBI/2013 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional. Namun sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 17/11/PBI/2015 tanggal 26 Juni 2015, formula loan to deposit ratio (LDR) diubah dengan mengikutsertakan surat-surat berharga ke dalam perhitungan LDR, sehingga namanya diganti menjadi loan to funding ratio (LFR).Kebijakan penyesuaian ketentuan GWM-LFR itu diubah dengan memperluas komponen pendanaan agar mendorong penyaluran kredit ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lebih besar.

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Yati Kurniati mengatakan, penerbitan kebijakan ini dilatarbelakangi dengan pertumbuhan ekonomi yang termoderasi dan berpotensi tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula. Bahkan, kondisi tersebut juga diiringi dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi yang juga diikuti perlambatan kredit. Akibatnya kondisi itu berpotensi meningkatkan resiko pada stabilitas sistem keuangan.

Menurut Yati, perluasan komponen pendanaan tidak hanya berasal dari dana pihak ketiga (DPK). Tapi juga, dengan memasukkan surat surat berharga (SSB) yang diterbitkan oleh bank dalam perhitungan GWM-LDR. Namun, istilah LDR, lanjut Yati, diubah menjadi Loan to Funding Ratio (LFR), dengan rasio yang tetap sama. “Jadi sumber pendanaan tidak hanya DPK saja tapi juga diperhitungkan surat-surat berharga yang diterbitkan oleh bank. Sehingga ruang untuk menyalurkan kredit jadi lebih besar pula,” kata Yati.

Selain itu, perluasan LFR juga diharapkan memberikan ruang yang lebih besar dalam penyaluran kredit. Sebab pemberian insentif dalam bentuk kelonggaran batas atas perhitungan LFR mencapai 94 persen. “Perluasan LFR Perbankan diharapkan memiliki room/ruang yang lebih besar untuk menyalurkan kreditnya karena pembatasan LFR itukan tetap 78-92 persen tapi dengan pembagi yang lebih besar,” jelasnya.

Menurutnya, dengan masuknya SSB dalam komponen pendanaan, maka mendorong perbankan untuk segera memiliki alternatif sumber pembiayaan yang lain. Selain itu, penerbitan SSB oleh bank juga membuat pasar keuangan Indonesia semakin berkembang.

   For Further Information, Please Contact Us!