Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

PEOPLE EQUITY Pendekatan Baru Talent Management Untuk Mendongkrak Kinerja Organisasi

25 February 2016
Category: HUMAN RESOURCE
Penulis:         Dra. I. Novianingtyastuti, Psi
PEOPLE EQUITY Pendekatan Baru Talent Management Untuk Mendongkrak Kinerja Organisasi

“Untuk memiliki keungguan kompetititf, tidak cukup hanya dengan menggabungkan sekelompok individu yang hebat; individu-individu itu harus berfungsi bersama sedemikian rupa sehingga mendatangkan kinerja organisasi yang luar biasa”. EdLawler- University of Southern California.

Dalam topik artikel yang sama edisi yang lalu telah dibahas hanya organisasiyang berfokus mengelola karyawan bertalenta mendapatkan keunggulan positioning menjadi pemimpin bisnis pada gelombang pertumbuhan berikutnya. Lebih-lebih dalam pasar bisnis yang berubah drastis akhir-akhir ini. Pertanyaan besarnya adalah bagaimana menilai seberapa besar value karyawan yang dimiliki?Dibutuhkan pendekatan untuk mengukur kemajuan serta mengefektifkan intangible asset ini agar memberikan nilai tambah yang lebih besar, sehingga dapat digunakan untuk menilai people equity (ekuitas modal manusia) yang biasanya telah dipersiapkan melalui talent management.

People equity adalah tentang manusia dan penciptaan nilai. Kualitas hidup individu, organisasi, bahkan dalam skala luas seperti peradaban adalah dampak dari manusia dan penciptaan nilai. Tak disangkal, people equity punya peran penting dalam keberhasilan sebuah bisnis. Biaya dan effort yang dikeluarkan perusahaan untuk mengelola people equity lebih kecil jika dibandingkan dengan meng-ekspos branding equity, karena sifatnya internal dan banyak hal yang bisa dikendalikan organisasi. Meski kenyataannya, tidak mudah untukmelaksanakannya. Organisasi harus mencapai people equity yang baik dulu, baru bisa mencapai branding equity.

People Equity yang rendah ditandai dengan konflik produktivitas rendah dan karyawan yang secara fisik maupun mental “tidak nyaman” atau ingin meninggalkan perusahaan. Karena perusahaan gagal mengkomunikasi tujuan,sehingga karyawan tidak diarahkan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki. Sebagai akibatnya karyawan tidak paham dengan harapan pelanggan yang berubah. Hal yang terjadi, karyawan banyak melakukan aktifiitas “urgent” tapi tidak penting sehingga mengakibatkan biaya menjadi tidak kompetitif. Banyak karyawan yang “kerja keras” dan bukan “kerja cerdas”. Dampak lain, kerjasama tim jadi rendah. Sebaliknya organisasi dengan engagement tinggi, karyawan merasa bangga terhadap organisasi beserta misi dan perannya. Mereka menunjukkan loyalitas dan identifikasi tinggi terhadap organisasi. Mereka bersedia mengadvokasi orang untuk datang bergabung atau melakukan investasi di perusahaan mereka.

Berikut adalah bagaimana ketiga faktor modal manusia – Alignment, Capability dan Engagement (ACE)-- dapat membantu mengoptimalkan kinerja karyawan dan pemenuhan pribadi.

Alignment

Pemicu alignmentyang terutama adalah visi dan strategi yang jelas. Banyak organisasi memiliki strategi yang tersusun rapi, namun seringkali belum disetujui dan “diturunkan” ke dalam definisi yang jelas baik dalam proses maupun perilaku. Akibatnya strategi dipahami secara berbeda-beda oleh karyawan. Manajemen perlu menerjemahkan visi dan strategi menjadi ukuran-ukuran konkrit baik bagi unit maupunorganisasi. Strategi seharusnya memberikan gambaran tentang “apa yang akan” dan “tidak boleh dilakukan”. Bagian “tidak boleh dilakukan” merupakan kunci keselarasan karena membantu mengurangi jumlah energi yang terbuang karena melakukan aktifitas-aktifitas yang bernilai rendah. Kita mengenal salah satu metode yang sering digunakan untuk menerjemahkan strategi adalah balance scorecard yang diperkenalkan Kaplan dan Norton sekitar tahun 1990-an.

Visi atau strategi yang hebat namun “terkunci” di dalam kepala CEO tidak akan membawa hasil yang signifikan terhadap kinerja organisasi. Menyusun sasaran bidang hanya berhasil jika digabungkan dengan mengkomunikasikan strategi dan tujuan organisasi secara menyeluruh. Inilah tantangan terberat organisasi karena tidak banyak CEO atau owner yang membiarkan karyawan mengetahui rencana bisnis mereka.

Penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki kejelasan tujuan dalam bekerja dan target yang menantang (tinggi namun realistis untuk dicapai) akan lebih memiliki prestasi. Memperhatikan kecepatan perubahan, secara berkala tujuan perlu disesuaikan sesuai tuntutan lingkungan. Tujuan yang jelas dan selaras saja tidak cukup, karyawan juga harus menganggap tujuan tersebut sebagai tujuan pribadi mereka sendiri sehingga timbul perasaan “bermakna”. Para pelaksana harus dipastikan memahamistrategi dengan benar sehingga tidak salah mengalokasikan energinya. Jangan sampai strategi korporat berfokus pada “keunggulan operasional” namun karyawan bertindak dengan fokus “keunggulan layanan”. Perbedaan fokus strategi berdampak terhadap arah dan detil aktifitas yang dijalankan. Penyusunan tujuan yang bagus harus dibarengi dengan umpan balik yang efektif. Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang lebih sering memperoleh umpan balik atas kinerjanya dan spesifik adalah karyawan yang lebih baik dari yang lainnya.

Pelayanan dan kerjasama yang kuat dari pelanggan internal sama halnya dengan anggota tim dayung yang menceburkan dayungnya pada saat bersamaan dan menariknya kembali secara bersama-sama juga. Jika seorang pendayung kehilangan ritme, perahu akan mulai melambat.Namun jika pada saat bersamaan divisi, departemen dan individu bekerja dengan sinkron, masing-masing mendukung kerja yang lain.

Keterlibatan tim perlu dihargai sesuai dengan sumbangan efektifnya terhadap kinerja organisasi. Tantangannya adalah bagaimana menghubungkan kinerja individu/tim dengan penghargaan yang bermakna sehingga memperkukuh perilaku yang selaras dengan strategi.Karyawan yangselaras dengan nilai dan budaya kerja akan mudah bekerjasama dengan tujuan apapun. Bahkan berbagai karyawan dengan gaya bekerja yang berbeda dapat mengatasi perbedaan jika memiliki visi dan nilai yang sama.

Capability

Kapabilitas karyawan merupakan salah satu faktor paling penting dalam memprediksi kesetiaan pelanggan, retensi dan nilai pelanggan. Jika Alignment dan Engagement mempengaruhi profitabilitas, efisiensi dan outcome; maka Capability berkorelasi langsung dengan produk, jasa atau pelayanan yang diterima pelanggan. Alignment sebagai fokus, Engagement sebagai energi dan Capability sebagai ketrampilan, teknologi dan proses yang dibutuhkan untuk “menyampaikan” produk dan jasa kepada pelanggan. Kesenjangan kapabilitas merugikan perusahaan karena karyawan tidak memiliki ketrampilan yang dibutuhkan sesuai peran dan tanggung jawabnya. Akibatnya perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengatasi kesenjangan kapabilitas tersebut.

Kejelasan definisi value proposition bagi pelanggan sangat penting bagi semua karyawan baik yang secara langsung berhubungan dengan pelanggan eksternal maupun antar karyawan (pelanggan internal). Pemahaman yang benar tentang pelanggan membantu dalam membuat dan menjalankan aktifitas yang memberi nilai tambah bagi mereka dan menyediakan kapabilitas yang dibutuhkan oleh para karyawan.

Kesesuaian talenta dengan tuntutan peran sangat penting bagi perusahaan. Terutama dalam lingkungan bisnis yang berubah cepat, tantangan organisasi adalah memenuhi gap antara tujuan pelatihan karyawan dengan tuntutan peran yang harus dijalankan. Perlu dilakukan identifikasi kejelasan peran terkait dengan hasil/produk dan ukuran dari kinerja yang diharapkan serta deskripsi dari kebutuhan kompetensi jabatan agar dia dapat menjalankan tugasnya dengan sukses. Selain gap kompetensi (kualitas), yang sering menjadi permasalahan adalah juga jumlah orang yang dibutuhkan (kuantitas).

Kita harus mewaspadai seringkali pasar dan pelanggan tidak mengungkapkan “kebutuhan” mereka. Tetapi ketika kompetitor menciptakan solusi baru terhadap kebutuhan tersembunyi tersebut, pelanggan bisa dengan cepat berpindah. Kita harus peka terhadap hal ini, mengingat dalam industri dan bidang tertentu, inovasi menjadi kunci bagi kapabilitas produk atau jasa yang kita berikan kepada pelanggan. “Customer is the King”. Pelanggan tidak peduli bagaimana sistem informasi yang dimiliki organisasi kita, mereka hanya mau mendapatkan pelayanan yang ekselen dalam kondisi apapun. Oleh karena itu sistem informasi yang dimiliki untuk memenuhi harapan pelanggan harus dilatihkan dan disosialisasikan secara luas.

Sumber daya yang dibutuhkan untuk memberikan output/ servis yang dibutuhkan harus memadai dan alokasinya tepat. Konflik antar tim dapat mengganggu kerjasama tim yang solid. Fokus pada harapan pelanggan akan menyatukan perbedaan-perbedaan nilai dan persepsi. Jika kerjasama tim baik maka kualitas akan meningkat, sebaliknya jumlah re-work dan overstaffing turun. Diperlukan optimalisasi semua bagian. Pelanggan tidak peduli dengan struktur internal organisasi kita. Mereka menginginkan karyawan yang berinteraksi dengan mereka memiliki informasi dan ketrampilan memecahkan masalah mereka.

Supervisor dan Coach berperan penting dalam menciptakan people equity yang tinggi. Peran mereka adalah membantu karyawan memahami kesenjangan ketrampilan yang menghambat karyawan mencapai keberhasilan. Berikutnya diharapkan dapat membimbing karyawan agar dapat melaksanakan penugasan yang menantang dan mendorong pertumbuhan pribadi mereka dalam karir dengan cara mengoptimalksan “kekuatan” yang dimiliki dan membangun kompetensi yang dibutuhkan.

Engagement

Jack Welch mantan CEO General Electric mengatakan tiga tolok ukur yang menunjukkan kesehatan perusahaan adalah keterikatan karyawan, kepuasan pelanggan dan arus kas positif. Tak dapat disangkal bahwa engagementberdampak terhadap peningkatan kinerja finansial, kualitas kerja, retensi karyawan, kepuasan dan loyalitas pelanggan.

Ada banyak definisi yang menjelaskan engagement. Benang merah yang dapat ditarik dari semua penjelasan itu adalah “seberapa termotivasikah karyawan bersedia memberikan hasil positif”: untuk menyenangkan pelanggan, untuk menjadi inovatif, dan untuk melampaui target kerja? Karyawan terlibat sepenuh hati mengerjakan tugas yang ditentukan secara sukarela dan menunjukkan sedikit perilaku yang dilarang.

Bagan Komponen Keterikatan dan Contohnya

Karyawan yang puas terhadap perusahaan akan memiliki tingkat stress yang rendah dan di sisi lain justru tinggi dalam hal komitmen dan advokasi. Hilangnya kepuasan kerja akan secara psikologis menghapus “kehadiran” karyawan dalam pekerjaan mereka. Pada tingkat yang lebih tinggi, komitmen karyawan terhadap perusahaan terjadi karena terjadi identifikasi terhadap perusahaan karena peran mereka. Demikian juga visi/misi/value organisasi yang “khas” menimbulkan kebanggaan karyawan terhadap perusahaan.

Perlakuan hormat dan bermartabat yang diterima karyawan, secara emosional dapat menimbulkan komitmen karyawan. Ditambah adanya keseimbangan antara pekerjaan dengan tuntutan keluarga, standar kerja yang realistis, banyak berdampak dalam menurunkan konflik kerja. Kondisi ini yang mendorong karyawan bergairah, larut dan antusias dalam pekerjaannya sehingga bersedia melakukan “kampanye” untuk perusahaan. Mereka bersedia mendorong orang lain untuk mempertimbangkan bekerja di perusahaan. Mereka juga akan mendorong agar orang lain mendukung produk/jasa perusahaan serta bersedia mendorong untuk berinvestasi dalam perusahaan.

Karyawan akan lebih berkomitmen terhadap sesuatu dimana mereka merasa terlibat di dalamnya. Pandangan karyawan terhadap perusahaan terbentuk dari pengalaman sukses atau gagal. Memiliki pengalaman sukses dengan pelanggan, rekan dan stakeholder dapat menciptakan kesan “bernilai” yang mendorong upaya ekstra perkembangan dan pertumbuhan pribadi karyawan.

Karyawan mendapatkan inspirasi dan role model berkarir dari para leader dalam organisasi dengancara menetapkan tujuan yang mulia dan berkomunikasi secara konsisten dengan mereka. Karyawan percaya bahwa leader mereka dapat membawa mereka ke arah tujuan mulia tersebut.

Kondisi mana yang kita inginkan terjadi di perusahaan?

Tabel Profil People Equity

Engagement saja tidak cukup. Bahkan ketika engagement tinggi sedangkan alignment dan capability rendah, terdapat konsekuensi negatif bagi perusahaan.

Tabel Profil Keterikatan Tinggi

Engagement bisa tinggi tetapi tiga dari empat profil justru kinerja karyawan dan perusahaan berkurang. Sebagai business partner, kita punya peran besar meyakinkan dan membantu CEO / Owner merealisasikannya dalam organisasi . (*)

   For Further Information, Please Contact Us!