Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

Menumbuhkan Future Leaders Melalui Kepemimpinan Transformasional

13 July 2015
Category: HUMAN RESOURCE
Penulis:         Margareta Sugiarto, S. Psi
Menumbuhkan Future Leaders Melalui Kepemimpinan Transformasional

Kerapkali ketika kita memulai suatu karir baik sebagai profesional maupun merintis jalan sebagai wirausahawan, pasti akan membayangkan situasi yang lebih maju. Memang sebagai profesional tidak mungkin seseorang akan tetap di posisi itu-itu saja, suatu saat akan tiba saat di mana ia diproyeksikan pada posisi yang lebih tinggi. Namun pertanyaan yang sering muncul adalah mampukah mengemban tanggung jawab sebagai pemimpin. Pertanyaan apakah pemimpin yang efektif itu dilahirkan atau diciptakan, apakah bakat bawaan atau hasil belajar, kerap muncul dalam benak kita.

Telah ada penelitian yang mengungkap mengenai munculnya embrio kepemimpinan, yang menunjukkan bahwa dasar kepemimpinan dimulai pada usia sangat dini. Bukan suatu sifat (traits) tertentu, namun agaknya dorongan dari orangtua dan guru kemungkinan besar memainkan peran yang sangat penting, di samping pembentukan karakter dari berbagai situasi sosial dan pengalaman baru yang memicu. Berdasarkan penelitian dari Ronald E. Riggio (2012) mengenai kepemimpinan, meskipun ada beberapa kualitas bawaan dan sifat yang mempengaruhi seseorang untuk memiliki sifat kepemimpinan, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa munculnya sikap kepemimpinan dua pertiganya adalah diciptakan, dan hanya sepertiga yang ditentukan bawaan sejak lahir. Artinya, setiap orang memiliki peluang yang sama untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinannya secara efektif, asalkan memiliki keinginan dan kemauan.

Pemimpin yang efektif berkembang melalui proses, dan tidak pernah lepas dari kemauan kuat untuk melakukan continuous learning secara mandiri, mengikuti pendidikan, dan belajar dari pengalaman. Untuk menginspirasi para pekerja berprestasi ke tingkat yang lebih tinggi dan melakukan kerja sama tim dengan baik, tentu dibutuhkan kerja keras dan belajar terus menerus. Pemimpin yang baik terus bekerja dan belajar untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinannya. Mereka menyadari bahwa kepemimpinan adalah proses yang memerlukan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dalam mencapai suatu tujuan, dan mengarahkan organisasi yang membuatnya lebih kohesif.

Dalam prakteknya, akan ada masa di mana seseorang menjadi koordinator tim, supervisor, ataupun manajer, yang mendapatkan kewenangan untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu demi mencapai tujuan organisasional, yang bisa disebut dengan kepemimpinan dengan tugas. Namun demikian kewenangan itu bukan berarti membuat seseorang otomatis menjadi pemimpin, justru seringkali hanya membuatnya disebut sebagai bos.

Apa beda kepemimpinan dengan bos? Kepemimpinan mampu membuat orang lain dengan sadar ingin mencapai tujuan yang tinggi, sementara bos hanya mampu memerintah orang di sekitarnya. Dengan demikian memang ada orang yang mendapat kekuasaan untuk memimpin karena tugas semata, namun kepemimpinan yang sesungguhnya mampu menampilkan kepemimpinan yang mempengaruhi orang lain untuk melakukan hal besar. Sayangnya, kerapkali kita justru terjebak hanya menjadi “bos” semata, bukan dalam artian pemimpin sebagai pekerja, rekan, anggota keluarga, dan bahkan selaku pemimpin tim kerja.

Bagaimana agar dapat menjadi pemimpin yang efektif, pemimpin dalam arti sebenarnya? Penting bagi kita mengembangkan kepemimpinan secara transformasional, atau kepemimpinan dalam proses. Artinya, kita dengan sadar memilih jalan menjadi pemimpin melalui belajar dan mengembangkan keterampilan kepemimpinan. Dengan demikian, kepemimpinan efektif nantinya akan mengarah pada kepuasan pengikutnya/ pekerjanya yang mengarah strategi bisnis dengan tepat.

Sebuah studi yang dilakukan Hay Group, sebuah konsultan manajemen global,menemukan bahwa kunci yang mengarahkan kepuasan pekerja adalah: pertama, adanya kepercayaan dan keyakinan pekerja terhadap pemimpin mereka merupakan indikator untuk memprediksi bahwa terdapat kepuasan para pekerja dalam suatu organisasi. Kedua, komunikasi efektif oleh pemimpin sangat emmbantu pekerja memahami strategi bisnis secara keseluruhan. Di samping itu juga membantu pekerja bagaimana cara mereka berkontribusi untuk mencapai tujuan bisnis utama. Ketiga, berbagi informasi dengan para pekerja tentang bagaimana cara perusahaan dapat mencapai tujuan bisnisnya, dan bagaimana seorang pekerja dapat mencapai tujuan dalam lingkup divisinya untuk tujuan strategi bisnis. Artinya, pemimpin harus bisa dipercaya dan harus mampu mengkomunikasikan visinya ke mana tujuan organisasi. Dengan demkian jelas, meski para pemimpin biasanya memiliki kekuasaan formal, hirarki atas-bawah, perintah dan kontrol, namun efektivitas kepemimpinannya akan tergantung pada sejauh mana ia mampu bekerja sama dengan tim kerjanya untuk kepemimpinan yang efektif. Di samping itu, kekuasaan yang terlalu besar justru dapat membahayakan pemimpin dan organisasi yang dipimpinnya. Hal ini dapat secara nyata kita lihat pada pemimpin bisnis atau pemerintahan dewasa ini, yang sering terjerat permasalahan hukum.

Selanjutnya, apakah faktor kecerdasan juga berpengaruh pada makin efektifnya kepemimpinan? Meskipun secara umum jawabannya adalah “ya” namun juga tergantung pada definisi cerdas apa yang dimaksud.Menurut Riggio (2009) dari hampir satu abad penelitian tentang kecerdasan yang secara “akademis” lebih dikenal sebagai IQ, menunjukkan IQ rendah sampai dengan sedang memiliki korelasi dengan pencapaian posisi dan keberhasilan pemimpin, namun hal tersebut tidak selalu cocok dengan pengalaman sebagian orang. Sering kita lihat, orang yang dianggap jenius dan pandai tidak selalu menjadi pemimpin yang baik, entah ia ilmuwan, aktris, atau rohaniwan. Di sisi lain, banyak pemimpin efektif tumbuh dengan bekal kecerdasan biasa saja. Dengan demikian, masih banyak perdebatan tentang IQ sebagai faktor penentu dalam keberhasilan pemimpin. Tren berikutnya adalah munculnya teori kecerdasan emosional, atau EQ. Kecerdasan emosional adalah kemampuanberkomunikasi dengan orang lain pada tingkat emosional, di mana faktor emosi dapat membantu seseorang membuat panduan keputusan. Tentunya sampai batas tertentu penting untuk menciptakan hubungan yang lebih baik antara pemimpin dan pengikut, dan para pemimpin karismatik tampaknya memiliki kemampuan luar biasa untuk berkomunikasi pada tingkat emosional.

Akan tetapi ada bentuk kecerdasan penting bagi pemimpin yang belum banyak mendapat perhatian, yaitu kecerdasan sosial (SQ). Kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk memahami situasi sosial, memainkan peran sosial, dan untuk mempengaruhi orang lain dalam situasi kolektif. Dalam hal ini pemimpin perlu memiliki kemampuan untuk melihat perspektif orang lain dan perlu memahami norma-norma sosial yang kompleks dan abstrak, atau “aturan” informal yang mengatur semua jenis situasi sosial. Memang ini lebih terkesan sebagai kecerdasan sehari-hari. Semakin seseorang mengembangkan keterampilan hubungan interpersonal, maka ia semakin dapat meningkatkan kecerdasan emosional dan sosialnya. Dalam memainkan peran seni memimpin, maka keterlibatan faktor kecerdasan emosi dan sosial sangat diperlukan, ibarat dawai gitar yang lentur dimainkan dalam musik, yang membutuhkan lebih banyak improvisasi.

   For Further Information, Please Contact Us!