Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

PAJAK RUMAH SEDERHANA HINGGA SANGAT MEWAH

30 August 2019
Category: TAX
Penulis:         Mikhael, S.Ak.
PAJAK RUMAH SEDERHANA HINGGA SANGAT MEWAH

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Tingginya pertumbuhan penduduk di Indonesia harus diikuti dengan pertumbuhan ketersediaan rumah secara seimbang. Hal ini menyebabkan membuat harga properti meningkat secara signifikan tiap tahun.

Kenaikan harga rumah dari 2015 sampai dengan 2018 yang tidak kurang dari 6%, bahkan mencapai 14,3%. Sangat tinggi jika dibanding dengan inflasi yang rata-rata sebesar 5% per tahun, kondisi ini menjadi problem tersendiri. Tingginya Harga rumah hunian Rumah sangat sederhana dan hunian rumah sangat mewah yang semakin mahal dibanding dengan kenaikan penghasilan ini menyebabkan masyarakat tidak dapat memiliki rumah.

Oleh karena itu pemerintah harus turun tangan untuk memecahkan problem hunian ini. Kepemilikan Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) salah satu urgensi yang harus didahulukan. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.010/2019 dan 86/PMK.010/2019 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang Atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Rumah sederhana dan rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) adalah rumah yang memenuhi ketentuan, sebagai berikut:

    ·Luas bangunan tidak melebihi 36 m2 (tiga puluh enam meter persegi);

    ·Harga jual tidak melebihi batasan harga jual, dengan ketentuan bahwa batasan harga jual didasarkan pada kombinasi zona dan tahun yang berkesesuaian sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;

    ·Merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu 4(empat) tahun sejak dimiliki;

    ·Luas tanah tidak kurang dari 60 m2 (enam puluh meter persegi); dan

    ·Perolehannya secara tunai ataupun dibiayai melalui fasilitas kredit bersubsidi maupun tidak bersubsidi, atau melalui pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Adapun batasan harga sesuai PMK terbaru ini berdasar kombinasi zona dan tahun, dengan pembagian sebagai berikut:

·Jawa (kecuali: Jabodetabek) dan Sumatera (kecuali: Kep. Riau, Bangka Belitung, Kep. Mentawai) sebesar Rp140.000.000 (2019), Rp150.500.000 (2020);

·Kalimantan (Kecuali: Kab. Murung Raya dan Kab. Mahakam Ulu) sebesar Rp153.000.000 (2019), Rp164.500.000 (2020);

·Sulawesi, Bangka Belitung, Kep. Mentawai dan Kep. Riau (kecuali: Kep. Anambas) sebesar Rp146.000.000 (2019), Rp156.500.000 (2020);

·Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara, Jabodetabek, dan Kep. Anambas, Kab. Murung Jaya, Kab. Mahakam Ulu sebesar Rp158.000.000 (2019), Rp168.000.000 (2020);

·Papua dan Papua Barat sebesar Rp212.000.000 (2019), Rp219.000.000 (2020).

Hal ini tentu memberi keleluasaan bagi pemilik untuk bisa melepas kepemilikan dalam situasi tertentu. Misalkan mengalami perpindahan lokasi bekerja, atau untuk membeli rumah baru yang lebih besar.

Insentif Untuk Hunian Mewah

Insentif untuk properti level mewah tidak ketinggalan mendapatkan insentif, hal ini dimaksudkan agar hunian mewah dapat terjangkau untuk kalangan menengah, meningkatkan kinerja sektor properti serta menarik masyarakat berinvestasi di sektor properti.

Batasan pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sektor hunian mewah mengalami kenaikan secara signifikan. Dalam ketentuan sebelumnya, rumah dan town house dari jenis non strata title dengan harga Rp20 miliar keatas serta apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title dan sejenisnya dengan harga Rp10 miliar atau lebih akan dikenakan PPnBM sebesar 20%.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.010/2019 yang berlaku mulai 11 Juni 2019 merubah batasan dari semua jenis kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) atau lebih. Dan dengan luas lebih dari 150 m² dikenai PPh sebesar 1% dari harga jual, tidak termasuk PPN dan PPnBM. Dengan dinaikkan batasan ini, bagi calon pembeli bisa dianggap diskon sebesar 20% dari harga sebelum 11 Juni 2019.

Pemerintah juga memberikan intensif berupa penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 atas hunian mewah, dari 5 persen menjadi 1 persen. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.010/2019 yang berlaku mulai tanggal 19 Juni 2019.

Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar:

    ·1 % (satu persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) atas barang se bagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf c dan huruf d; dan

    ·5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) atas barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf e dan huruf f.

Tarif PPh pasal 22 yang diturunkan akan menarik calon pembeli untuk menginvestasikan uangnya dalam sektor hunian mewah. Mereka secara tidak langsung menghemat sebesar 4% dari harga jual untuk dipergunakan kegiatan bisnis yang lain. Dari sisi pengembang, penurunan PPh yang harus dipungut ini bisa memangkas harga jual properti mewah yang ia pasarkan.

Pemerintah juga memberikan intensif berupa penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 atas hunian mewah, dari 5 persen menjadi 1 persen. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.010/2019 yang berlaku mulai tanggal 19 Juni 2019. Bagi pengembang, hal ini merupakan kabar gembira selaku pemungut Pajak Penghasilan.

Sektor properti dipandang sebagai salah satu sektor yang erat dengan perekonomian secara luas. Properti memiliki dampak berganda bagi sektor penopang pertumbuhan ekonomi, antara lain konstruksi, perdagangan, dan jasa keuangan.

Dilihat dari sisi kredit, data Bank Indonesia menunjukkan bahwa kredit konsumsi per April 2019 tumbuh sebesar 9 persen per tahun. Sedangkan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) tumbuh sebesar 13,8 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan properti tinggi jika dibanding kebutuhan barang lain. Kebijakan-kebijakan pajak dalam sektor properti akan dapat mendorong pertumbuhan bisnis properti secara umum, dan dapat memenuhi kebutuhan tempat tinggal untuk masyarakat.

***

   For Further Information, Please Contact Us!