Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

PEMBUKUAN VS PENCATATAN DALAM PERPAJAKAN

26 July 2019
Category: TAX
Penulis:         Elly Yuliana S.P., S.E., BKP
PEMBUKUAN VS PENCATATAN DALAM PERPAJAKAN

Ketika mendaftar sebagai wajib pajak baik itu wajib pajak orang Pribadi maupun badan usaha, kita mendengar bahwa pelaporan pajak menggunakan pencatatan ataupun pembukuan. Dan seringkali kita tidak dapat membedakan apa yang dimaksud dengan pembukuan maupun pencatatan, sehingga dalam pelaporan pajak masih bertanya-tanya apakah menggunakan pembukuan ataupun pencatatan dalam menghitung pajak terutangnya.

Pada prinsipnya untuk setiap wajib pajak badan usaha wajib menyelenggarakan pembukuan sedangkan untuk wajib pajak orang Pribadi yang melakukan ataupun menyelenggarakan pekerjaan bebas apabila peredaran bruto nya selama setahun dibawah 4,8 milyar boleh menggunakan pencatatan dalam menghitung pajak terutangnya dan selain itu apabila peredaran bruto mencapai 4,8 milyar dalam setahun wajib menggunakan pembukuan.

Sesuai dengan pernyataan diatas, tentu kita bertanya-tanya mengenai perbedaan antara pembukuan dan pencatatan dalam perpajakan. Penjelasan dibawah ini akan menjelaskan mengenai pembukuan dan pencatatan, sehingga nantinya wajib pajak dapat membedakannya.

UU KUP pasal 1 angka 29 menyebutkan bahwa pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut. Pembukuan sesuai dengan pasal 28 UU KUP harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia. Apabila menggunakan mata uang asing atau dalam bahasa asing harus mendapat izin dari Menteri Keuangan, demikian juga apabila terjadi perubahan metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

Pembukuan yang dimaksud disini adalah sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Selain itu harus taat azas dengan stelsel akrual atau stelsel kas.

Pencatatan sesuai UU KUP pasal 28 ayat 9 terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan obyek pajak dan/atau dikenai pajak yang bersifat final. Sama dengan pembukuan, pencatatan ini juga diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia.

Pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan secara kronologis dan mencakup jua mengenai pencatatan harta dan kewajiban. Apabila wajib pajak mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha maka pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.

Pembukuan dan pencatatan ini harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya, serta buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan yang dikelola secara elektronik ataupun menggunakan program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia.

Setelah mengetahui perbedaan antara pembukuan dan pencatatan ini, wajib pajak dapat melakukan yang sesuai dengan keadaan masing-masing wajib pajak. Hal ini juga dapat membantu wajib pajak untuk taat dan patuh perpajakan sehingga apabila terjadi pemeriksaan ataupun penelitian, wajib pajak dapat lebih siap dan tenang dalam menghadapinya.

***

   For Further Information, Please Contact Us!