Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

LEARNING AGILITY CULTURE VS VUCA

20 March 2020
Category: HUMAN RESOURCE
Penulis:         Ketut Dewi Pramadiningtyas, S. Psi
LEARNING AGILITY CULTURE VS VUCA

Perkembangan bisnis saat ini masih belum dapat sepenuhnya terlepas dari gejolakVUCA. Istilah VUCA sudah banyak dibicarakan karena mampu menggambarkan suatu tantangan bisnis yang kian menjadi sulit karena keadaan yang labil dan serba cepat (Volatile), ketidakpastian akan penyebab terjadinya suatu masalah (Uncertainty), kerumitan akibat dari multifaktor yang saling terkait (Complexity) dan ketidakjelasan suatu kejadian yang kian menjadi ambigu dan kabur (Ambiguity). Sehingga dapat dikatakan bahwa sulit untuk memperdiksi apa yang akan terjadi di masa mendatang.

Menghadapi gejolak VUCA sejatinya ada upaya untuk menyikapinya, salah satunya dengan penerapan optimism. Dalam konteks bisnis, Optimism merajuk pada keyakinan atas segala sesuatu dari segi yang baik, menguntungkan serta dapat berkembang secara perlahan hingga menjadi pesat walaupun terdapat tantangan di dalamnya. Namun demikian, apakah hanya berbekal rasa optimis saja mampu membuat bisnis dapat bertahan dari segala tantangan yang ada. Mengingat pula sebagai akibat dari VUCA munculah tatanan ekonomi baru yang membuat berubahnya nilai-nilai dan gaya hidup yang berimbas pada era distrupsi. Disisilain, kemajuan teknologi juga membuat banyaknya pekerjaan yang awalnya dikerjaan oleh manusia, perlahan mulai digantikan oleh mesin, sehingga mengharuskan adanya pengurangan jumlah tenaga kerja.

Kondisi VUCA membuat kita harus dapat bertahan secara proaktif dalam mempelajari dan beradaptasi dengan hal baru. Dengan kata lain “tidak pernah berhenti belajar dan jangan takut menerima perubahan”. Untuk itu munculah Learning Agility Culture yang merupakan kunci untuk membuka kefasihan kita dalam beradaptasi terhadap perubahan dan situasi yang berbeda, termasuk dalam menghadapi gejolak VUCA. Penerapan Learning Agility Culture juga memiliki manfaat mulai dari meningkatkan knowlegde, competence dan performance bagi karyawan, meningkatkan loyalitas, produktivitas dan motivasi hingga menciptakan inovasi yang berguna bagi perkembangan bisnis. Peran central Learning Agility Culture dalam menghadapi gejolak VUCA begitu terasa, lalu bagaimana cara sederhana dalam menerapkan Learning Agility Culture di perusahaan :

  1. Menerapkan visi dan misi: Menuju learning agility culture harus di awali dengan visi dan misi yang jelas, agar dapat diterapkan oleh seluruh karyawan. Visi dan misi inilah yang nantinya akan menjadi fondasi agar tercapainya perusahaan yang agile dan transformatif.
  2. Melibatkan peran dari pemimpin : Melibatkan peran dari pemimpin sebagai role model para karyawan lain. Dalam hal ini, dibutuhkan pemimpin yang konsisten dan juga mampu men-drive untuk menerima perubahan. Selain itu, karakter pemimpin yang memiliki keterbukaan, mampu memberikan feedback, bersedia melakukan koreksi diri hingga berani mengambil keputusandan resiko dalam kondisi apapun adalah karakteristik yang dibutuhkan untuk dapat mendukung penerapa learning agility culture
  3. Menyusun rencana pelatihan dan perkembangan : Agar memperoleh ilmu baru tentunya dibutuhkan adanya pelatihan dan perkembangan (training and development). Agar budaya belajar dapat terus melekat, maka perlu diciptakan kedisiplinan dan konsistensi dalam menjalankan hal ini, bila perlu kegiatan T&D diberikan label mandatory agar semua memiliki kesempatan untuk menambah ilmu yang berguna bagi perkembangan perusahaan
  4. Develop new skills : tidak hanya terbatas pada keterampilan sesuai dengan bidang pekerjaan saja, tapi kondisi VUCA mengharuskan agar kita memiliki berbagai macam keterampilan agar lebih siap dalam menghadapi perubahan. Disini dibutuhkan komitmen perusahaan untuk membentuk new skills yang berguna bagi perusahaan
  5. Reward continuous learning : Dibutuhkan pula upaya untuk dapat men-trigger seluruh lapisan karyawan untuk dapat menerapkan learning agility culture, yaitu melalui pemberian reward bagi karyawan yang konsisten dalam menerapkan ilmu baru
  6. Constructive feedback : adanya perubahan tentu tidak dapat dengan mudah diterima. Tidak menutup kemungkinan ada beberapa pihak yang masih akan resisten. Maka dibutuhkan feedback yang membangun dan memotiviasi agar pihak yang semula masih resisten justru dapat menerima perubahan secara bijaksana

Dari paparan diatas jelas bahwa Istilah VUCA memang menggambarkan kondisi bisnis saat ini dan di masa mendatang memiliki ancaman yang serius. Bila tidak segera disikapi, maka bukan hal yang mustahil akan tergerus pada arus bisnis. Untuk itu, penerapan learning agility culture dibutuhkan agar kita memiliki kesadaraan dan kebiasaan dalam beradaptasi pada perubahaan. Tidak hanya itu saja, bahkan learning agility culture diharapkan juga mampu menunjukkan bahwa kita masih dapat survive di kondisi yang serba menekan.

   For Further Information, Please Contact Us!