Konsep Balance Yang Wajib Di Pahami Accounting
13 June 2015
Category: MANAGEMENT SYSTEM
Penulis:
Natania Ongkowidjojo, S.E.
Semua orang Accounting tahu ‘balance’ adalah kata yang tidak boleh ditawar-tawar, namun “Balance belum tentu benar, tetapi kalau tidak balance sudah pasti salah!”. Di akhir bulan, Neraca Saldo tidak boleh ditutup jika belum dalam kondisi balance, sama halnya setiap sore hari bagi cash accountant, maka aturan yang sama berlaku setiap sore hari menjelang penutupan buku kas, tidak boleh pulang sebelum rekonsiliasi kas menghasilkan saldo yang balance antara fisik dengan buku (catatan). Sebab jika belum balance maka bisa dipastikan ada yang “tidak beres” dengan Buku Kas tersebut.Oleh karena itu, berikut adalah 5 macam balance yang wajib dipahami oleh Accounting:
1.‘Debit–Credit’ Balance
Dari persamaan akuntansi A = L + E jelas terlihat bahwa A pada sisi Kiri pasti selalu sama dengan ‘L + E’ di sisi Kanan. Dengan kata lain, A di sisi Kiri selalu dalam kondisi seimbang (balance) dengan ‘L+E’ yang ada di sisi Kanan. Sehingga, setiap perubahan pada A pasti diikuti oleh perubahan pada L+E.
Contoh:
A = L + E
3 = 2 + 1
3 = 3 (Seimbang alias balance)
Jika A di sisi kiri kita tambah dengan angka 1, maka L+E di sisi Kanan juga harus ditambah angka 1. Atau, jika A di sisi kiri kita kurangi dengan angka 1, maka L+E di sisi kanan juga harus dikurangi 1, maka:Persamaan A=L+E yang selalu balance di atas mewakili kondisi ‘Laporan Posisi Keuangan’ (=Neraca) suatu perusahaan pada tanggal tertentu.
Dimana:
A = Aset
Kekayaan perusahaan yang wujudnya bisa jadi berupa Kas, Piutang, Persediaan, Tanah, Bangunan, Kendaraan, Mesin, Merk Dagang dan aset tak berwujud lainnya.
L = Liabilitas
Kewajiban perusahaan kepada pihak lain yang wujudnya bisa jadi Utang Jangka Pendek kepada supplier yang biasa disebut Utang Dagang, Utang Gaji, Utang Pajak, Utang Sewa, Utang Bunga dan Pokok Cicilan kepada Finance, Utang Jangka Panjang kepada Bank dan Lembaga Pemberi Pinjaman lainnya.
E = Ekuitas (kadang disebut “Ekuitas Pemilik”)
Nilai bersih investasi dari para pemegang saham (setelah dikurangi kewajiban dan utang) yang berupa Modal Saham dan Laba Ditahan.
Maka:
Aset (A) = Liabilitas (L) + Ekuitas (E)
Dalam penerapannya, persamaan ini bisa dibaca:
Aset perusahaan, sebagiannya merupakan hak kreditur (‘liabilitas’ dari sisi perusahaan) dan sebagian lagi merupakan hak dari pemegang saham (‘ekuitas’ dari sisi perusahaan); atau
Aset Perusahaan, sebagian didanai dari Liabilitas (Kewajiban dan Utang) dan sebagiannya lagi dari Ekuitas (Penjualan saham)
Kedua deskripsi di atas mengandung pengertian yang sama, yakni:
“Jika semua aset perusahaan dijual (pada nilia pasar wajar) maka hasil penjualannya sebagaian harus dibayarkan kepada kreditur (vendors, suppliers, bank, lembaga pembiayaan, Ditjen Pajak, pegawai, dll) yang memberi perusahaan pinjaman/utang, dan sisanya dibayarkan kepada para pemegang saham yang menginvestasikan dananya pada perusahaan.”
Secara teknis, dalam menerapkan sistim double-entry, anda harus memasukkan jurnal yang mencerminkan kondisi seimbang di atas, pada setiap transaksi yang anda akui (catat) dalam operasional perusahaan sehari-hari.
2.‘Reliability–Relevancy’ Balance
Ada 2 (dua) parameter kualitas Laporan Keuangan yang seringkali berbenturan, yaitu antara: Keandalan (reliability) dan Ketepatwaktuan (relevancy).Di satu sisi Laporan Keuangan harus akurat dan tidak mengandung salahsaji bersifat material sehingga tidak menyesatkan pengguna, atau bisa diandalkan (reliable). Namun di sisi lainnya juga harus disajikan secara tepatwaktu (relevant). Masalahnya, untuk memastikan keandalan perlu proses validasi, verifikasi, check-and-recheck, dan proses audit yang bisa jadi mengkonsumsi waktu ekstra lama. Oleh karena itu, jika waktu yang diperlukan untuk memastikan keandalan laporan keuangan sampai melewati batas ketepatwaktuan, apa yang harus anda lakukan? Yang harus dilakukan adalahmencari titik trade-off yang paling imbang (balance). Titik trade-off untuk laporan keuanganada padaRISIKO, maksudnya:
·Mana yang mengandung risiko paling tinggi (jika dikorbankan), maka itulah yang harus diperioritaskan; atau
·Mana yang mengandung risiko paling rendah (jika dikorbankan), maka itulah yang terpaksa dikorbankan.
Nah, antara Keandalan (reliability) dan Ketepatwaktuan (relevancy) pada Laporan Keuangan, mana yang lebih tinggi potensi risikonya jika dikorbankan?
·Pertama, laporan keuangan (beserta segala data yang ada di dalamnya) adalah informasi penting bisa digunakan sebagai input dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Oleh karena itu apapun informasi itu dan sebagus apapun kualitasnya akantak ada gunanya bila sudah tidak relevan.
·Kedua, khususnya ‘risiko kepatuhan’ (compliance-risk) terhadap Ditjen Pajak, sebenardansebagus apapun laporan anda, sampai mengorbankan ketepatwaktuan misalnyatetap saja akan diperiksa, official assessment tetap jalan, hanya persoalan waktu. Dan sekali mereka turun memeriksa maka pantang pulang dengan tangan kosong. Sebab mereka turun pemeriksaan juga ada beban operasional, dengan kata lain pasti ada temuan.
Idealnya, anda harus punya cara (apapun itu) agar bisa menyajikan laporan keuangan yang selalu berkualitas sekaligus tepatwaktu.
3.‘Short-Long Term Profit’ Balance
Tujuan utama perusahaan adalah “laba” (profit).Masalahnya, profit saja tidak cukup. Yang paling diharapkan adalah profit yang terus meningkat dari waktu ke waktu, dari periode ke periode, dari tahun buku ke tahun buku berikutnya, sehingga perusahaan terus bertumbuh (growth).“Pertumbuhan” itulah yang kemudian melahirkan 2 macam orientasi dalam pencapaiannya, yakni: profit jangka pendek (short-term profit) dan profit jangka panjang (long-term profit). Butuh perhitungan cermat dan komprehensif untuk menentukan titik paling imbang (balance) ketika harus memilih antara kebijakan berorientasi short-term dengan long-term profit. Misal:
·Overtime biasanya terjadi karena over-capacity. Labor Cost tinggi bukan karena penambahan waktu, melainkan karena rate (tarif upah) lembur yang berlipat-ganda. Ini bisa diatasi dengan menambah shift kerja, sehingga rate-nya tetap sama.
·Ketika Overhead listrik bengkak, maka penurunan daya listrikmemang bisa memaksa production dept untuk lebih kreatif dalam menggunakan listrik tanpa mengganggu operasional di production sendiri dan gunakan pendekatan system; perbaiki production planning, production setup, costing system, layout, dlsb.
Secara kesuluruhan, accountingperlu memahami ‘short-long’ term profit’ balance. Jangan ‘conservatism principle‘ nya selalu dikedepankan.
4.‘Historical–Future’ Balance
Akuntansi Keuangan (Financial Accounting) berorientasi pada data historis, semua angka yang disajikan dalam laporan keuangan adalah rangkuman dari transaksi di masa yang telah lewat. Sementara Akuntansi Manajemen (Management Accounting) berorientasi pada data masa kini dan masa depan, costing data masa kini, budget dan forecast menggunakan data masa kini dan masa depan. Keduanya harus seimbang, contohnya:
·Penjualan (Sales) yang sudah ada kontrak (confirmed), namun belum diserahkan (not delivered yet)—karena jasa/baranya belum ready—sehingga belum menjadi Piutang (Receivable). Tingkat kepastiannya berkisar antara 70 hingga 90%. Tinggal anda pastikan (tentunya dengan pemantauan ketat) perusahaan bisa merealisasikan penjualan ini tanpa hambatan.
·Pembelian (Purchase) atas barang/jasa yang sudah diterima (Received) oleh perusahaan, sehingga sudah menjadi Utang (Payables), hanya saja belum jatuh tempo (not due yet). Ini bisa anda asumsikan pasti 100% (conservatism principles).
·Budgeted HPP, Overhead dan BOP agak tricky, jadi anda harus taktis di sini. Untuk volume dan consumption anda gunakan data historis sebagai patokan, tetapi rate per unit/headcount harus mempertimbangkan data masa depan (e.g. kenaikan harga barang akibat inflasi, kenaikan UMR, dslb).
·Budgeted Cash Flow, sudah pasti mengikuti Sales dan Purchase di atas.
5.‘Common–Best Practice’ Balance
Misal:
Merekonsiliasi buku ‘Buku Kas Perusahaan’ dengan ‘Catatan Bank’.
·Common practice
Menjalankan proses rekonsiliasi dengan cara membandingkan saldo kas menurut catatan perusahaan dengan saldo kas yang tercantum pada Rekening Koran. Karena Rekening Koran baru diterima tanggal 5 setiap bulannya maka otomatis rekonsiliasi baru bisa anda jalankan setelah tanggal 5. Akibatnya? Tutup buku tanpa rekonsiliasi kas (paling nanti diadjust kalau rekening Koran sudah datang). Atau lebih parahnya lagi, hanya tutup buku di akhir Desember. Nah, ini contoh ‘common practice’ yang buruk. Bandingkan dengan best practice di berikut ini.
·Best Practice
Sekarang hampir semua bank sudah ada fasilitas internet banking, perusahaan bisa melihat saldo rill kas di bank kapan saja. Sehingga tidak harus mengikuti petunjuk buku (membandingkan saldo catatan dengan saldo di printout rekening koran). Rekonsiliasi bisa anda lakukan setidaknya setiap menjelang akhir pekan. Dengan cara ini, di akhir bulan anda tinggal merekonsiliasi transakdi minggu terakhir yang jumlahnya mungkin hanya beberapa baris. Lebih efektif, cepat, akurat, tanpa melanggar standar.
Contoh lain, pengakuan “Pajak Tangguhan”.
·Common Practice
Bila ‘Laba-Akuntansi’ lebih tinggi dibandingkan ‘Laba-Fiskal’ disebabkan oleh ‘beda-waktu’ (timming difference), maka akui Laba sesuai ‘Laba-Fiskal’ dan akui ‘Liabilitas Pajak Tangguhan’ sebesar selisihnya. Dan bila sebaliknya ‘Laba Fiskal’ lebih tinggi dibandingkan ‘Laba-Akuntansi’ maka akui Laba sesuai ‘Laba-Fiskal’ dan akui ‘Aset Pajak Tangguhan’ sebesar selisihnya. Ini common practicenya. Apa yang hasil dari common practice ini? Di perusahaan menengah, hampir selalu terjadi penumpukan. ‘Aset Pajak Tangguhan’ kian membesar dari periodekeperiode tanpa pernah terealisasi. Sangat meragukan legitimasinya. Disamping itu Laporan Posisi Keuangan perusahaan menjadi aneh dan nampak buruk.
·Best Practice
Konsep pajak tangguhan bagus dalam teori, namun tidak praktikal. Nyatanya jarang (hampir tak pernah) terealisasi. Sehingga tidak perlu mengakui pajak tangguhan, kecuali sudah ada komitmen dari Kantor Pajak (DJP).
Contoh penentuan costing system yang akan diterapkan di dalam perusahaan.
·Common practice
Anda pilih salahsatu jenis costing system yang ada. Hasilnya? Anda terpaksa menerima kelemahan dari system yang anda pilih.
·Best practice
Anda bisa mix beberapa costing system dan terapkan mereka secara hybrid, sehingga menghasilkan informasi cost yang lebih akurat dan rinci. Semakin rinci informasi cost, semakin mudah anda kendalikan.
Demikian 5 konsep balance yang wajib dipahami oleh seorang Accounting untuk menghasilkan Laporan Keuangan yang benar-benar bisa diandalkan.