Articles

Read the articles about accounting,internal audit, tax, human resource,information and technology.

POTENSI PAJAK PERUSAHAAN SAWIT

10 January 2017
Category: TAX
Penulis:         Sofyan Hadi, S.E., BKP
POTENSI PAJAK PERUSAHAAN SAWIT

Tahun 2016 akan segera berakhir namun penerimaan Negara saat ini masih jauh dari target yang telah ditetapkan. Sampai dengan oktober ini penerimaan Negara baru 60% dari target 1.318 triliun rupiah. Dengan kondisi ini maka akan terjadi defisit anggaran yang lumayan besar pada akhir tahun mendatang. Pemerintah sebenarnya sudah memliki beberapa kebijakan untuk dapat meningkatkan pendapataan pajak tahun ini seperti pelaksanaan program tax amnesty, namun program ini tidak dapat menutupi defisit anggaran yang besar ditahun ini. Untuk dapat menggenjot penerimaan pajak tahun ini pemerintah harus mulai mengepakan sayapnya dengan membidik beberapa sektor yang memiliki potensi sebagai penyumbang pajak yang besar salah satunya yaitu perkebunan kelapa sawit.

Negara Indonesia merupakan Negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia dimana Indonesia menghasilkan 80% dari total produksi minyak sawit dunia. Luas area perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada saat ini mencapai 8 ( delapan ) juta hektare. Hampir semua produksi minyak sawit Indonesia digunakan untuk tujuan ekspor. Negara tujuan ekspor utama Indonesia antara lain Tiongkok, India, Malaysia, Singapura, dan Belanda. Total nilai ekspornya (2015) mencapai USD18,6 juta, Dengan jumlah area yang luas dan tingkat produktifitas yang tinggi seharusnya perkebunan sawit dapat menjadi penyumbang pajak yang besar bagi Negara. Hal ini hal ini harus menjadi perhatian serius dari pemerintah.

Pada tahun 2015 perkebunan kelapa sawit hanya menyumbangkan 22,2 triliun rupiah dan hanya dapat berkontribusi 2,1% dari penerimaan Negara. Hal ini tentu sangat rendah mengingat Indonesia merupakan Negara penghasil Minyak kelapa sawit Terbesar di dunia. Rendahnya realisasi penerimaan pajak dari sektor perkebunan kelapa sawit disebabkan oleh rendahnya tingkat kepatuhan wajib Pajak.

Rendahnya kepatuhan Pajak di perkebunan kelapa sawit disebabkan oleh banyak perusahaan dan pemiliknya melakukan penghindaran pajak dan pengelakan pajak. Banyak sekali trik-trik yang dilakukan perusahaan perkebunan kelapa sawit salah satunya dengan membuat perusahaan cangkang atau special purpose vehicle (SPV) di Negara suaka pajak. Perusahaan ini digunakan untuk menyembunyikan aset-aset wajib pajak dan dapat digunakan untuk melakukan penggelapan transaksi perdagangan.

Praktik-Praktik tersebut tentu sangat merugikan Negara dengan hilangnya potensi-potensi penerimaan pajak. Pemerintah saat ini masih memberikan pengampunan tehadap perusahaan yang melakukan penghindaran pajak dengan adanya program tax amnesty. Namun setelah program tax amnesty ini berakhir maka pemerintah harus mulai mengejar para wajib pajak penunggak Pajak agar dapat mengurangi potensi hilangnya pendapat Negara akibat adanya pengemplang pajak. Untuk dapat menindak tegas para pengemplang pajak pemerintah menghadapi tantangan yang tinggi untuk dapat mengejar para mengemplang pajak. Beberapa kesulitan yang dihadapi pemerintah yaitu tidak adanya system intregasi data yang bisa digunakan otoritas pajak untuk digunakan sebagai data verifikasi data perpajakan yang dilaporakan oleh wajib pajak. Untuk dapat memverifikasi data pelaporan perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak membutuhkan informasi berupa data izin perkebunan, hak guna usaha, laporan penilaian perkebunan, data kepemilikan kebun rakyat dan data standart biaya kepengurusan kebun. Data tersebut harus dapat dikelola dengan baik sehingga dapat diitregasikan dengan data perpajakan.

Upaya untuk membuktikan adanya transfer pricing dalam transaksi ekspor, otoritas perpajakan membutuhkan dokumen-dokumen ekspor yang dikelola oleh Direktorat Bea Cukai. Dengan adanya data intregasi dari bea cukai ke otoritas perpajakan maka otoritas pajak dapat memverifikasi laporan perpajakan yang telah dilaporkan oleh wajib pajak. Pemerintah saat ini memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk dapat menghitung sendiri dan melaporkan perpajakannya. Keberadaan data yang lengkap menjadi kunci utama laporan perpajakan.

Untuk dapat mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor kelapa sawit pemerintah dapat mengintregasikan dan mengkonsolidasi semua data, optimalisasi penggunaan suatu peta sebagai basis geo-spasial dari semua IUP dan HGU perkebunan kelapa sawit. Data geo-spasial ini harus memberikan informasi yang lengkap seperti umur tanaman, serta vegetasi dan harus di update setiap periodik.

Pemerintah juga harus dapat mengintregasikan Data ekspor yang dikelola Direktorat Jenderal Bea Cukai dan data perdagangan antar pulau yang dikelola oleh Kementrian Perdagangan. Sehingga, semua data perdagangan terintegrasi dalam satu sistem. Semua data yang sudah terintegrasi harus dikoneksikan ke database perpajakan. Jika semua data sudah diintegrasikan, maka Direktorat Jenderal Pajak bisa mengoptimalkan untuk mengejar Wajib Pajak yang melakukan penghindaran pajak. Selain cara diatas pemerintah juga harus memperkuat kerjasama pertukaran informasi terutama dengan Negara-negara suaka pajak. Dengan kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan dapat menggenjot penerimaan Negara sehingga tidak terjadi defisit anggaran di akhir tahun.

   For Further Information, Please Contact Us!